PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian yang tidak
berwawasan agribisnis akan menimbulkan paradoks dimana peningkatan produksi dan
produktivitas tidak serta merta akan diikuti dengan peningkatan pendapatan
karena jatuhnya harga yang diterima petani (Zakaria, 2003).Sistem Agribisnis
tersebut memiliki empat subsistem yaitu subsistem sarana, usahatani, pengolahan
dan pemasaran (Nurmala dkk, 2012). Setiap subsistem memiliki lembaga yang
berperan dalam mendudukung fungsi subsistem itu sendiri dan saling melakukan
kerjasama.
Terdapat sebuah lembaga lagi yang
perannya mendorong seluruh fungsi subsistem yaitu lembaga pendukung (Departemen
Pertanian, 2009) atau lembaga subsistem pelayanan (Zakaria, 2003). Lembaga petani sebagai salah satu lembaga yang berada
dalan setiap subsistem tersebut diawali dengan terjadinya kerjasama antar
petani yang sebenarnyasudah menjadi budaya khususnya pada usaha
tani komoditas tanaman pangan. Setiap lembaga petani tersebut memiliki
tugas dan fungsinya (peran) masing-masing. Tetapi dalam menjalankan peran terhadap sistem pertanian (agribisnis),lembaga
petani memiliki perbedaan tingkat kemampuan atau kinerja yang berbeda-beda. Berbagai penelitian banyak
dilakukan untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut sebagai
dasar penguatan kelembagaan petani.
Menurut Undang-undang No. 7 tahun
1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerinah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan
Pangan, yang dimaksud ketahanan pangan (Food Security) adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Jika
ketahanan pangan rapuh maka satuan terkecil masyarakat yaitu rumah tangga akan
kesulitan dalam mendapatkan pangan.Pemenuhan pangan ini salah satunya dapat
diperoleh dari kegiatan memproduksi sendiri. Sebagai negara
dengan 36% penduduk diatas 15 tahun
bekerja di sektor pertanian (Badan Pusat Statistik, 2011) dan luas lahan
pertanian seluas 21,3% dari luas total daratan Indonesia (Departemen Pertanian,
2009) dapat digunakan sebagai modal untuk kegiatan produksi pangan. Dengan kata
lain pertanian harus tetap ada atau berlanjut bahkan menghasilkan
produksi yang surplus sehinga dapat diekspor.
Pernyataan yang juga mendukung pertanian harus
berlanjut adalah bahwa salah satu sumber penghidupan masyarakat perdesaan
adalah kegiatan yang berbasis pertanian (Cambers dan Conway, 1991) dan Nurmala
dkk (2012) juga menyebutkan bahwa sektor pertanian berperan sebagai sumber mata
pencaharian pokok sebagian besar penduduk desa.
Sekarang kerjasama merupakan sebuah hal yang mutlak dimana petani dihadapkan dengan
sebuah keadaan dimana kepemilikan lahan mereka yang semakin sempit. Menurut Sumarno dan Kartasasmita (2010) bahwa kemiskinan petani
padi dan petani komoditas lainnya berakar pada semakin langkanya atau sempitnya penguasaan lahan garapan. Petani
padi di Indonesia kepemilikan lahan sawahnya rata-rata hanya 0,5 hektar.
Hal ini sejalan dengan konsep Pengembangan
Ekonomi Lokal yaitu proses dimana pemerintah lokal dan/atau komunitas yang
berbasis kelompok mengelola sumberdaya yang ada dan (menciptakan) kerjasama
dengan sektor swasta atau dengan sesama (komunitas) untuk menciptakan pekerjaan
baru dan merangsang kegiatan ekonomi pada zona tertentu (Blakely, 1989). Kerjasama tersebut dapat bersifat formal maupun informal dan ada
juga yang di fasilitasi oleh lembaga. Sedangkan lembaga yang dimaksud adalah
lembaga yang berperan efektif pada tahapan sistem agribinis.
METODE
Peran kelembagaan petani yang
mendukung keberlanjutan pertanian diberikan kriteria (Nurmala dkk, 2012):
a.
Subsistem Sarana
Perencanaan,
pengelolaan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan penerapan
suatu teknologi usaha tani dan pemanfaatan SDA secara optimal.
b. Subsistem
Usahatani
Pembinaan dan
pengembangan usaha tani dalam rangka peningkatan produksi pertanian, baik usaha
tani pertanian rakyat maupun usaha tani besar. Subsistem
Pengolahan.
Pengolahan
hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pasca panen komoditi
pertanian yang di hasilkan samapai pada tingkat pengolahan lanjut selama bentuk
, susunan dan citarasa komoditi tersebut tidak berubah.
c. Subsistem
Pemasaran
Pemasaran hasil
usaha tani yang masih segar atau hasil olahannya mencakup kegiatan distribusi
dan pemasaran di dalam negeri dan ekspor
d. Subsistem
Pelayanan atau Pendukung (Departemen Pertanian, 2011 dan Zakaria, 2003)
e. Jasa perbankan,
jasa angkutan, asuransi, penyimpanan dan lain-lain
Sesuai dengan
fungsi beberapa lembaga petani sebagai kelas belajar dan unit produksi/usaha
(Permentan nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007) dapat disimpulkan bahwa terdapat dua
jenis peran lembaga yang penting dalam Sistem Agribisnis yaitu sebagai penyedia
informasi dan sebagai penyedia fisik/jasa pada masing-masing subsistem. Kedua
peran tersebut sama-sama dibutuhkan oleh petani.
Sedangkan
efektifitas kelembagaan petani diidentifikasi
seberapa jauh peran
yang sudah dilakukan mempengaruhi petani dalam berusaha tani secara
ideal (sesuai dengan petunjuk yang ada) pada masing-masing subsitem agribisnis
baik sebagai penyedia informasi maupun
sebagai penyedia fisik/jasa.
Adapun beberapa
faktor yang mempengaruhi peran lembaga petani diidentifikasi baik yang berasal
dari karakteristik lembaga itu sendiri
atau yang merupakan karakteristik petani anggota dari lembagaserta
adanya peran lembaga/individu lain.
A.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data primer dilakukan melalui pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan
dengan melakukan survei. Kuisioner terdiri dari pertanyaan yang bersifat
tertutup. Survei yang dilakukan terhadap petani dan lembaga. Lembaga yang
dimaksud adalah salah satu jajaran pengurus (ketua, seretaris, bendahara atau
seksi-seksi yang dianggap bisa mewakili lembaga)
Sementara
pengumpulan data sekunder dilakukan untuk menggali informasi yang dibutuhkan
melalui studi literatur. Data sekunder
didapat melalui instansi pemerintah terkait di sektor pertanian seperti Dinas
Pertanian, Kantor Kecamatan dan Kantor Desa serta KantorUnit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) Pertanian. Data yang lain diperoleh dari beberapa artikel dan
laporan penelitian baik melalui internet maupun hasil cetakan guna mendukung
hasil kajian yang dikerjakan.
B.
Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data pada
penelitian ini digunakan metode analisis kuantitatif dengan teknik :
1.
Analisis Proporsi
Proporsi
penilaian petani digunakan untuk menentukan tingkat peran dan efektifitas peran
lembaganya. Dengan menggunakan tiga kategori yaitu Berperan.
2. Analisis
Korelasi
Analisis ini
digunakan untuk menemukan faktor yang paling berpengaruh baik yang merupakan
karakteristik lembaga maupun karakteristik petani terhadap peran dan
efektifitas peran lembaga petani.Dengan terlebih dahulu membuat tabel
kontingensi setiap faktor terhadap peran/efektifitas lembaga maka berikutnya
dapat dihitung nilai chi square. Nilai
tersebut dibandingkan terhadap chi squaredistribution table dengan tingkat
kesalahan 5%. Jika nilai tersebut menunjukkan lebih kecil dari nilai tabel maka
faktor yang tersebut tidak memiliki
hubungan dengan peran/efektifitas lembaga. Sebaliknya jika nilai chi
square hitung lebih besar dari nilai pada tabel maka faktor tersebut memiliki
hubungan. Penghitungan nilai korelasi dapat dilakukan untuk melihat besarnya
pengaruh yang terjadi.Jika nilai korelasi mendekati satu maka hubungan yang
terjadi sangat erat tetapi jika nilai korelasi mendekati nol maka hubungan yang
tejadi semakin lemah. Kedua
analisis ini dilakukan pada setiap tahapan kegiatan subsistem agribisnis baik yang
merupakan kegiatan penyediaan informasi maupun penyediaan fisik/jasa.
PEMBAHASAN
A.
Ruang Lingkup
Penelitian
dilaksanakan di Desa Andongsari Kecamatan Ambulu yang merupakan daerah di
sebelah selatan Kabupaten Jember Propinsi
Jawa Timur. Produktifitas tanaman pangan (padi dan jagung) serta
Tembakau di Kecamatan Ambulu (dimana desa ini berada) relatif tinggi di
bandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Jember. Lokasi ini dipilih
karena seiring dengan berkembangnya sektor pertanian di desa tersebut,
kelembagaan petani juga aktif dan berkembang.
B.
Pertanian dan Petani
Menurut UU No.
16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Pertanian didefinisikan sebagai seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu,
usaha tani, agroindustri,
pemasaran, dan jasa penunjang
pengelolaan sumber daya alam hayati
dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal,
tenaga kerja,dan manajemen untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Pertanian yang
dimaksud mencakup tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan peternakan. Studi ini akan dilakukan di setiap kegiatan pertanian
(usaha hulu sampai dengan hilir/Sistem
Agribisnis) pada tanaman pangan khususnya komoditas padi. Keunggulan dalam luas
panen, produktivitas dan produksi serta kerjasama menjadi alasan pemilihan komoditas ini.
Sedangkan petani yang dimaksud dalam
studi ini merupakan yang menggarap lahan
sawah baik sebagai penyewa maupun pemilik.
C.
Kelembagaan Petani
Pengertian
kelembagaan menurut Wariso (1998) dalam Wahyuni (2003)dikelompokkan ke dalam
dua pengertian, yaitu institut dan institusi. Institut menunjuk pada kelembagaan
formal, misalnya organisasi, badan, dan yayasan mulai dari tingkat keluarga,
rukun keluarga, desa sampai pusat, sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan
norma-norma atau nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Sehingga pengertian kelembagaan petani yang dimaksud adalah
kelembagaan formal (organisasi) dan institusi/ norma-norma yang berkaitan
dengan petani. Kelembagaan petani
(pekebun, peternak nelayan,
pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan
hutan) adalah lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku
utama. Pelaku utama yang dimaksud adalah masyarakat di dalam dan di sekitar
kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah
ikan, beserta keluarga intinya (UU no 16 Tahun 2006). Sehingga pada penelitian ini
akan dibahas lembaga petani dengan pemilihan didasarkan kepada:
1. Pengertian menurut Zakaria (2003) bahwa
lembaga petani adalah merupakan organisasi/kesatuan orang-orang (bukan
individu).
2. Lembaga petani ditumbuhkembangkan dari, oleh,
dan untuk petani (UU no 16 Tahun 2006), meskipun terdapat peran pemerintah
dalam memfasilitasi pembentukannya.
3. Berkaitan langsung dan hampir dibutuhkan di setiap tahap usaha tani
(Wahyuni, 2003).
D. Peran dan
Efektifitas Peran
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2005) peran didefinisikan sebagai perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan
menurut English Dictionary Collins Cobuild (2005) peran atau role dijelaskan
‘if you have a role in a situation or in society, you have particular position
and function in It’. Artinya bahwa jika Anda memiliki peran dalam situasi atau
di masyarakat, anda memiliki posisi
tertentu dan fungsi di dalamnya. Maka peran lembaga berhubungan dengan
fungsi dari lembaga itu sendiri dimana lembaga yang tidak menjalankan fungsinya
berarti lembaga tersebut tidak berperan. Sesuai dengan fungsi beberapa lembaga
petani sebagai kelas belajar dan unit produksi/usaha dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis
peran lembaga yang penting dalam Sistem Agribisnis yaitu sebagai penyedia
informasi dan sebagai penyedia fisik/jasa pada masing-masing subsistem. Kedua
peran tersebut sama-sama dibutuhkan oleh petani. Sedangkan efektifitas menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) memiliki definisi ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha,
tindakan). Menurut English Dictionary Collins Cobuild (2005) efektif dijelaskan
bahwa Something that is effective works well and produce the results that were
intended. Artinya bahwa sesuatu yang efektif bekerja dengan baik dan
menghasilkan hasil yang dimaksudkan. Kalimat ‘hasil yang dimaksudkan’ jika
dimasukkan dalam konteks kelembagaan berkaitan dengan tujuan lembaga. Sehingga
peran dikatakan efektif jika peran tersebut membawa hasil atau berhasilguna,
bekerja dengan baik dan menghasilkan tercapainya tujuan lembaga.
E.
Peran dan Efektifitas Peran Lembaga Petani
Terdapat hanya
5 lembaga petani yang berperan dalam
penyediaan informasi dan hanya 6 lembaga
petani yang berperan dalam penyediaan fisik/jasa dari 17 lembaga petani yang
ada di Desa Andongsari.
Lembaga petani
yang berperan cenderung dianggap efektif oleh petani. Dari 81 peran yang
dilakukan pada kegiatan subsistem, 72 peran diantaranya dianggap efektif (89%). Lembaga
lebih berperan dan efekfif dalam penyediaan informasi (75 peran dengan 69
diantaranya efektif) daripada penyediaan fisik/jasa (hanya 6 peran dengan 3
diantaranya efektif). Lembaga
petani yang berperan dalam sebuah subsistem/kegiatan penyediaan baik informasi
maupun fisik/jasa cenderung terkonsentrasi pada wilayah dusun tertentu. Lembaga
yang berperan dalam penyediaan informasi terkonsentrasi pada Dusun Tirtoasri
dan Krajan sedangkan yang berperan dalam penyediaan fisik/jasa terkonsentrasi
pada Dusun Tirtoasri dan Karang Templek.
Secara umum,
lembaga petani tidak menyediakan informasi sekaligus dengan fisik/jasanya
maupun sebaliknya. Hanya terdapat dua
lembaga petani berjenis kelompok tani yang dapat menyediakan informasi dan
fisik/jasa sekaligus (Margo Makmur III dan KWT Srikandi), sedangkan lembaga
petani yang berjenis koperasi hanya berperan dalam penyediaan fisik/jasa saja.
Lembaga Margo
Rahayu III, KUD ‘Sumber Alam’ dan KWT ‘Srikandi‘ berhasil berperan sebagai
penyedia fisik/jasa dan efektif walau pada satu kegiatan saja. Margo Rahayu III
pada kegiatan penyediaan pupuk, KUD ‘Sumber Alam’ pada kegiatan penyediaan pestisida
dan KWT Srikandi
pada kegiatan penyediaan layanan permodalan. Lembaga
petani KTNA dan Gapoktan dianggap belum berperan sama sekali oleh petani.
F.
Faktor Karakteristik Lembaga dan Petani
Faktor yang
mempengaruhi peran adalah usia lembaga dan karakter petani dalam menerima
perubahan. Tetapi pengaruhnya terhadap peran yang spesifik.
1. Semakin usia
lembaga bertambah maka peranannya terhadap pemberian informasi terkait alat
mesin pertanian (alsintan) semakin baik
2. Semakin petani mudah menerima perubahan maka
semakin mudah petani menerima informasi yang disediakan oleh lembaga terkait
dengan angkutan.
Faktor yang
mempengaruhi efektifitas peran adalah usia lembaga dan karakter petani dalam
menerima perubahan. Tetapi pengaruhnya terhadap efektifitas peran juga spesifik.
1. Semakin usia lembaga bertambah maka petani
semakin mampu menerapkan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) yang baik
atas anjuran lembaga..
2. Semakin usia lembaga bertambah maka petani
semakin percaya menggunakan jasa penanaman yang diberikan oleh lembaga
3. Semakin petani mudah menerima perubahan maka
petani semakin mampu menentukan angkutan yang baik atas anjuran lembaga Peran lembaga/individu lain lebih dominan daripada peran lembaga
petani terutama dalam penyediaan fisik/jasa.
KESIMPULAN
Kegiatan usaha pertanian di
Desa Andongsari terancam untuk tidak berlanjut. Keberadaan lembaga
petani –yang menjadi wadah kerjasama petani dan berfungsi memberikan layanan
yang efektif dalam usaha pertanian– secara umun tidak dirasakan perannya
oleh seluruh petani.
Hanya sebagian kecil petani yang dapat menikmati layanan yang
diberikan lembaga petani. Meskipun lembaga petani tersebut berperan dengan
efektif tetapi terbatas peda kegiatan tertentu saja. Hal ini berarti lembaga
petani gagal mendorong petani melakukan usahatani yang berwawasan agribisnis.
Paradoks yang digambarkan oleh Zakaria (2003) akan terjadi dimana petani
melakukan usahatani dengan produksi dan produktifitas tinggi tetapi tidak
diikuti oleh peningkatan harga dan pendapatan. Hal ini dapat mengakibatkan
petani semakin enggan untuk berusahatani.
Peran dan efektifitas peran lembaga petani di Desa Andongsari
dipengaruhi oleh faktor usia lembaga dan faktor sikap petani dalam menerima
perubahan. Lembaga petani yang telah berusia lanjut di desa ini identik dengan lembaga yang telah memiliki kemampuan
sangat baik dalam berperan (efektif). Lembaga tersebut dengan berjalannya waktu
semakin berkembang dan memiliki pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak.
Sedangkan Faktor sikap petani Desa Andongsari dalam menerima perubahan identik
dengan kemauan petani untuk maju dan berkembang kearah yang lebih baik. Semakin
petani menerima/ terbuka pada hal yang baru misalnya informasi teknologi
memudahkan lembaga petani berperan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional.
2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 854. Jakarta: Balai Pustaka.
Yuwariah, Yuyun. Sendjaja, Tuhpawana
Priatna. Wiyono, Sulistyodewi Nur dan Hasani, Sofiya. 2012. Pengantar Ilmu
Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Modul (2-4) Kelembagaan, Pendidikan
dan Pelatihan Dasar Umum Ahli Bagi Penyuluh Pertanian. 2011. Jakarta: Badan SDM
Pertanian. Departemen Pertanian
Peraturan Menteri Pertanian nomor
273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani
Sumarno dan Kartasasmita, Unang G.
2010. Kemelaratan Bagi Petani Kecil di Balik
Kenaikan Produktivitas Padi. Sinar Tani (Edisi 30 Des ’09 - 5 Januari
2010; No. 3335 Tahun XL,
hal. 18)
Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010.
Wahyuni, Sri.2003. ‘Kinerja kelompok
Tani Dalam Sistem Usaha Tani Padi dan Metode Pemberdayaannya’. Jurnal Litbang
Pertanian, 22(1). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Zakaria, Wan Abbas 2003. Penguatan
Kelembagaan Petani: Kunci Kesejahteraan Petani. Bandar Lampung: Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung
Tag :
Jurnal,
publikasi ilmiah

0 Komentar untuk "Peran Kelembagaan Pengembangan Ekonomi Lokal"